Rabu, 07 Maret 2018

Dilema Wanita Bercadar

Larangan cadar bagi wanita biasanya terdapat di lingkungan yang minoritas muslim. Tetapi ini terjadi di tempat mayoritasnya beragama islam. Tepatnya di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN SUKA). Rektor universitas tersebut mengeluarkan surat edaran bernomor : B-1031/Un.02/R/AK.00.3/02/2018 yang berisikan tentang pendataan dan pembinaan terhadap mahasiswi yang menggunakan cadar. Hingga saat ini terdapat 42 mahasiswi yang menggunakan cadar di UIN SUKA. Wakil rektor UIN SUKA, Sahiron syamsudin mengungkapkan bahwa mahasiswi dilarang menggunakan cadar karena dapat mengganggu proses belajar mengajar karena dosen yang bersangkutan tidak akan mengenali mahasiswi tersebut. Apakah yang bersangkutan mahasiswi atau orang lain. Alasan lain menurut beliau adalah mahasiswi bercadar umumnya tidak membaur dengan mahasiswa lainnya. Oleh karena itu, UIN SUKA mengambil kebijakan dengan melakukan pembinaan terhadap mereka dengan melakukan tujuh tahapan berbeda. Setelah itu, apabila masih ada mahasiswi yang menggunakan cadar, maka yang bersangkutan akan dikeluarkan dari salah satu perguruan tinggi islam terkemuka tersebut.
Larangan penggunaan cadar ini merupakan suatu kebijakan yang mengambil hak seorang manusia khususnya wanita. Alasan yang mengatakan bahwa mereka yang menggunakan niqob dikhawatirkan aliran keras/ekstrem/terorisme perlu untuk diluruskan. Cadar bukanlah indikator seorang perempuan itu dikatakan radikal. Perlu diketahui bahwa 4 madzhab sepakat, penggunaan cadar itu hukumnya sunnah, dan bisa jadi menjadi wajib apabila wajahnya menimbulkan fitnah. Bahkan madzhab syafi’I mengatakan bahwa penggunaan cadar hukumnya wajib apabila seorang perempuan tersebut bertemu dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Tentu kita tahu, madzhab syafi’I adalah yang paling banyak digunakan umat muslim di Indonesia.
Cadar juga tidak akan mengganggu proses belajar mengajar. Adanya absensi yang dilakukan setiap pertemuan tentu akan membuat dosen mudah mengenali mahasiswi yang bercadar. Sehingga tidak ada alasan bagi dosen tersebut untuk tidak mengenalinya. Jika memang mahasiswi tersebut diganti dengan orang lain, tentu ada perbedaan yang signifikan terlihat.
Membaur atau tidak membaurnya seorang mahasiswa itu merupakan sebuah pilihan. Saya sering menjumpai orang yang terlalu fokus terhadap akademis melupakan faktor lingkungan sehingga tidak terlalu bergaul dengan mahasiswa lainnya. Padahal orang tersebut tidak lah menggunakan cadar. Kebetulan saya adalah mantan Ketua Bem FT UNRI. Ketika menjabat, saya memiliki staff yang bercadar dan bisa dipastikan bahwa dia merupakan orang yang aktif, dan komunikatif.
Menggunakan cadar tidak akan mengganggu manusia manapun didunia. Ini adalah sebuah keyakinan yang harus dilaksanakan bagi wanita yang mempercayainya, dan tidak ada yang boleh mengekangnya. Seharusnya rektor UIN SUKA selaku yang memutuskan aturan harus lebih jernih berfikir karena ini menyangkut tentang hak asasi manusia. Mungkin saya boleh menyarankan untuk bapak/ibu dosen yang ada di UIN SUKA “jalan-jalan” ke Universitas Riau. Disini ada lebih dari 42 mahasiswi yang bercadar dan mereka tidak diancam untuk dikeluarkan.
                                                          


Senin, 19 Februari 2018

Energi Terbarukan dalam Ketahanan Energi Nasional

Energi merupakan sesuatu hal yang tidak terlepas dari kehidupan manusia. Segala hal membutuhkan energi, baik besar ataupun kecilnya kebutuhan tersebut. Begitupun yang terjadi di negeri kita. Hal ini ditandai dengan tingginya tingkat konsumsi energi di Indonesia. Tingkat konsumsi energi yang tinggi disebabkan karena laju pertumbuhan penduduk,dan industri yang semakin tinggi setiap tahunnya. Meningkatnya penggunaan energi tersebut, tidak seiring dengan laju produksi energi sehingga menimbulkan ketidakseimbangan.

Indonesia merupakan negara dengan berbagai cadangan energi didalamnya. Kita sebut saja seperti, minyak bumi, gas alam, batu bara untuk energi fosilnya. Memang energi yang banyak digunakan di negara kita saat ini adalah energi fosil. Tetapi energi fosil adalah energi yang akan habis jika terus menerus digunakan. Seperti minyak bumi yang merupakan 47% sumber energi utama dinegeri ini. 

Saat ini, cadangan minyak di Indonesia diperkirakan hanya akan bertahan hingga 12 tahun mendatang. Hal ini berarti, setelah 12 tahun mendatang kita akan kehilangan 47% sumber energi utamanya. Kehilangan minyak sebagai sumber utama akan sangat merugikan bangsa ini dalam bidang energi yang berdampak langsung kepada ekonomi. Faktanya adalah penggunaan harian minyak dalam negeri, mencapai 1,6 juta barrel dengan laju produksi dalam negeri sekitar 800 ribu barrel perhari, sisanya adalah impor dari luar negeri. Apabila cadangan minyak kita habis ketika 12 tahun mendatang, maka pemerintah akan membayar 2 kali lipat untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. Oleh karena itu, pemerintah sejak dini harus mengambil langkah baru secara bertahap menggantikan peran minyak bumi sebagai sumber energi utama.(1).

Disamping itu, pemerintah seharusnya mulai memperbaiki ketahanan energi didalam negeri. Fakta menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir ketahanan energi di Indonesia semakin merosot. Hal ini didasari data terakhir yang dirilis oleh Dewan Energi Dunia menempatkan Indonesia pada peringkat 69 dari 129 negara pada 2014. Peringkat ini menurun dibandingkan tahun sebelumnya,yakni  tahun 2010 (peringkat 29), dan tahun 2011 (peringkat 47). Dewan Energi Dunia menilai objekitf  ketahanan energi meliputi beberapa aspek, yaitu ketersediaan sumber energi, keterjangkauan pasokan energi dan kelanjutan pengembangan energi terbarukan. (2)

Ketersediaan sumber energi kita bisa dibilang sangat banyak. Selain energi fosil, Indonesia memiliki sumber energi yang dapat diperbaharui, atau sering disebut renewable energy /energi baru terbarukan (EBT). EBT ini memiliki potensi yang cukup besar di Negara Indonesia misalkan seperti panas bumi (geothermal), energi surya/matahari, angin, air, dan bioenergi. Seperti yang tertulis di lampiran 1 Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), potensi energi yang dapat diperoleh dari EBT secara maksimal dapat dicapai adalah 443.208 MW pada pembangkit listrik. Berdasarkan RUEN juga, pemerintah menargetkan akan mengurangi penggunaan bahan bakar minyak yang selama ini mendominasi sebagai sumber energi utama, dan menaikkan penggunaan sumber energi berasal dari EBT hingga 30% pada tahun 2050.

Potensi untuk mulai memaksimalkan EBT ini harus dimulai sejak dini. Misalnya saja di Provinsi Riau. Sudah bukan rahasia lagi, bahwa provinsi yang satu ini merupakan salah satu provinsi dengan sumber daya minyak bumi terbanyak di negara kita. Bahkan acapkali kita mendengar tentang ungkapan “Atasnya minyak, bawahnya minyak”. Disamping sebagai salah satu penghasil energi terbesar dalam bidang energi fosil, provinsi Riau merupakan provinsi yang berpotensi menyumbang EBT terbesar di Indonesia karena memiliki sumber energi tersebut, perkebunan kelapa sawit misalnya. Berdasarkan data dirjen pertanian pada tahun 2016 provinsi Riau memiliki luas perkebunan sawit sekitar 2,4 juta hektar dari 11 juta hektar yang ada di Indonesia. Perkebunan sawit yang begitu luas tentunya berefek kepada perolehan minyak kelapa sawit (CPO) yang besar juga. Hingga tahun 2016 tercatat produksi CPO di Riau adalah sekitar 7,17 juta ton/tahun. (3)

CPO atau yang disingkat crude palm oil adalah minyak hasil dari kelapa sawit yang masih belum bisa digunakan untuk bahan bakar. Sebelum digunakan menjadi bahan bakar, CPO biasanya diolah terlebih dahulu menjadi biodiesel ataupun biopremium. Dengan perkebunan dan angka produksi yang luas, Provinsi Riau dapat memberikan pasokan energi di dalam bidang bahan bakar, baik transportasi 
ataupun non-transportasi.

Kabar baiknya adalah pengolahan kelapa sawit menjadi CPO tidak hanya murni menghasilkan CPO saja. Kelapa sawit juga menghasilkan minyak inti sawit (kernel palm oil/KPO) yang banyak digunakan menjadi alat kosmetik wanita. Disamping itu, hasil samping dari pengolahan kelapa sawit juga menghasilkan Palm Oil Mill Effluent/POME yang saat ini digunakan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Biogas/PLTBG. Untuk saat ini limbah POME yang dihasilkan adalah sekitar 16,25 juta m3. Apabila dimaksimalkan, maka pembangkit listrik menggunakan biogas ini dapat menghasilkan 90 MW dan mengurangi 582 ribu emisi CO2 pertahun (5). Selain itu, hasil samping lainnya adalah Biomassa yang merupakan limbah padat yang terbuang pada pengolahan kelapa sawit seperti cangkang, tandan kosong ataupun serabut. Untuk pembangkit listrik tenaga biomassa sendiri, PT. Perkebunan Nusantara V (PTPN V) telah berencana akan membangun PLTBm berdaya 38,7 MW. Hal ini tentu akan menambah pasokan energi yang berasal dari energi yang dapat di perbaharui di provinsi Riau. (4)

Potensi energi baru diperbaharui yang ada di Riau, tidak hanya pada kelapa sawit saja. Tidak menutup kemungkinan untuk memanfaatkan sumber energi yang dapat diperbaharui lainnya, seperti biji jarak, limbah ikan patin, panas bumi, energi surya yang telah di teliti memiliki sumber yang cukup besar di Provinsi Riau. Tentunya potensi-potensi yang ada tidak boleh dilewatkan begitu saja, dan harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Saat ini masyarakat Indonesia membutuhkan energi yang besar untuk bisa bergerak dinamis terhadap perkembangan zaman, sehingga nantinya kita dapat berubah  dari negara berkembang menjadi Negara yang lebih maju. Oleh sebab itu, Penulis berpendapat bahwa pemerintah harus berupaya maksimal dalam memenuhi kebutuhan energi yang berada didalam negeri serta strategi yang tepat digunakan dalam menambah mutu ketahanan energi nasional.

Bahan bakar minyak bersumber dari energi fosil yang mulai dibatasi konsumsinya saat ini merupakan langkah efektif yang dilakukan dengan catatan harus ada upaya maksumal pemerintah untuk memaksimalkan potensi EBT dengan melakukan riset, pengembangan dan pembangungan industri ini. Terutama untuk daerah-daerah yang berpotensi, seperti Provinsi Riau. Tetapi perlu diperhatikan mengenai hal ini harus ada bantuan langsung terhadap masyarakat yang tidak mampu mengikuti kebijakan tersebut. Jangan sampai kelangkaan minyak nantinya menyebabkan dampak negatif lainnya bagi masyarakat, terkhusus masyarakat yang memiliki ekonomi dibawah. 

Peran pemuda juga sangat penting untuk menjaga ketahanan energi nasional. Sebagai orang-orang yang masih bergejolak darahnya, masih punya banyak kesempatan untuk berkarya kita bisa mengabdikan diri menjadi salah satu problem solver ataupun trouble shooter untuk enegi terbarukan atau pun kebijakan yang telah dicanangkan ini. Bisa dengan melakukan penelitian, peka terhadap lingkungan dan kemajuan zaman. Juga bisa melakukan kampanye berkaitian dengan energi agar apa yang diupayakan pemerintah dapat diketahui dan diterima dengan penuh wawasan oleh khalayak ramai, terutama masyarakat yang tidak mengetahuinya.

Kita semua harus bekerjasama didalam setiap lininya, tidak bisa hanya pemerintah yang memahamkan. Akademisi yang berpengetahuan pun harus memahamkan hal tersebut. Para politisi yang kritis pun harus memiliah advantage-disadvantages nya suatu policy from government tadi. Jangan hanya dikritisi yang buruknya saja, dengan maksud menaikkan suatu elektabilitas. Sehingga nantinya tidak ada informasi yang terdistorsi. Negara yang baik dan efektif adalah dimana seluruh elemen yang terdapat disana seperti pemerintah, tokoh-tokoh, akademisi, dll serta masyarakatnya saling bekerjasama,memaparkan gagasan, melempar kritikan untuk membangun bangsanya bukan untuk memajukan satu kelompok tertentu. Sehingga nantinya kita akan melihat bahwa pandangan cakrawala dunia mengenai energi bukan lagi kearah amerika, jepang, dll yang notabene hanya mengolah, akan tetapi langsung tertuju kepada sumber energinya, Indonesia Raya.


Selasa, 31 Januari 2017

INDONESIA “DARURAT” IDEOLOGI




Beberapa bulan terakhir ini, bangsa kita dihadapkan kepada masalah-masalah yang terus bermunculan. Masalah suku, agama, ras dan antar golongan pun seakan memenuhi media-media yang tersedia di Indonesia. Politik yang amoral merupakan dalang dimana terjadinya permasalahan-permasalahan yang ada. Pantaslah Muhammad Abduh pernah berkata : “Apabila kebenaran datang dari pintu depan, maka politik akan mendesak kebenaran mundur ke pintu belakang, maka terkutuklah orang-orang yang berpolitik”. Dan lebih parahnya adalah media yang seharusnya menyampaikan yang haq dan bathil nya permasalahan negeri ini dengan sejujur-jujurnya, seakan menyembunyikan hal tersebut. Bahkan kebanyakan daripada mereka bertengkar satu-sama lain hanya demi kepentingan yang nyatanya merugikan masyarakat luas. Media A mengatakan A, media B mengatakan B. Media A mendukung si A disaat yang bersamaan media B menjatuhkan si B. Kita pun dibuat bingung, mana sih yang benar dan mana yang salah sehingga opini publik pun berkembang luas menyebabkan terjadinya perdebatan disana-sini, pertengkaran disana-sini, bahkan mungkin bisa jadi nanti perperangan disana-sini (mudah-mudahan tidak terjadi). 

Teringat kembali oleh kita cita-cita Pasca Reformasi 1998 diharapkan negeri ini akan menjalankan demokrasi yang sebenar-benarnya dapat berdikari dengan sebenar-benarnya, sekarang kenyataannya menjadi negara yang semakin semraut, semakin kacau, semakin tidak tentu arah dan parahnya semakin banyak asing yang menunggangi Indonesia layaknya kerbau bodoh yang hanya disuruh untuk membajak sawah,diberi makanan sedikit dan hasilnya dipanen oleh asing-aseng tersebut. ITU-lah gambaran negara kita saat ini, begitu parahnya. Mungkin pantaslah Allah menimpakan berbagai bencana kepada Indonesia pasca reformasi tersebut, agar manusia-manusia zalim yang meringkuk di kekuasaan itu untuk bertafakur terhadap kesalahan apa yang telah dibuat dengan tangannya terhadap negara ini. Sekaligus agar seluruh bangsa Indonesia sekarang sadar, bahwa pasca reformasi 1998 sesungguhnya bukanlah awal kebahagiaan negara kita, tetapi awal kehancuran bangsa ini kedepannya. Kebahagiaan yang diangan-angani pemimpin kala itu hanya OMONG KOSONG!. Mereka hanyamenginginkan kejayaan “tanpa adanya campur tangan Tuhan” yang saat ini berkembang luas di negara-negara sekuler-liberalis, negara komunis,negara-negara di Eropa, negara-negara di Amerika. Kita sebagai negara yang berketuhanan, yang memiliki IDEOLOGI pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa tidak cocok dengan hal tersebut. Laju kehidupan bangsa ini, harus berbanding lurus dengan ketaatan bangsa ini kepada Tuhannya dengan keyakinan yang dianutnya masing-masing. Hal itu lah kebahagiaan kita yang sebenarnya. Kalau hanya mengejar yang tampak (materialistis), niscaya suatu bangsa tidak akan pernah puas. Faktanya, Kita dapat melihat bangsa barat yang hatinya saat ini kosong. Tidak ada kepuasan sedikitpun didalam hatinya, mereka mencoba memuaskan hati dengan berekreasi ke negeri” nan indah, namun hati mereka jua tak kunjung terpuaskan Hal itu karena hati mereka telah tertutup diakibatkan kebanyakan dari mereka beragama, namun tidak berketuhanan. Mereka melanggar segala larangan Tuhan, seperti berzina, mabuk-mabukan, mengadakan kerusakan di muka bumi, sehingga Allah mengutuk hati mereka keras menjadi batu bahkan lebih keras lagi. Apakah ini yang kemajuan yang diharapkan bangsa Indonesia ini?

Mungkin banyak yang mengatakan : “Bukan, bukan hal tersebut yang diinginkan bangsa kita, karena tidak sesuai dengan Pancasila yang merupakan Ideologi bangsa ini!!”. Tapi faktanya yang sekarang terjadi adalah bangsa Indonesia mengarah kepada “Kejayaan tanpa Ketuhanan” atau bisa disimpulkan “kehancuran ideologi bangsa Indonesia”.
 
Semenjak dahulu kala, bangsa kita tidak pernah hidup tanpa adanya ideologi didalam diri mereka. Semenjak kerajaan kutai sampai kerajaan demak, mereka memiliki ideologi masing-masing dan mengamalkannya dengan teguh. Oleh karenanya lah dapat kita lihat sebelum para Penjajah yang memiliki semboyan 3G (Gold (Kekayaan), Glory(Kejayaan), dan Gospel(Menyebarkan agama kristen)) masuk dengan keji ke negara Indonesia, mereka telah mencapai puncak kejayaan pada zamannya. Masuknya penjajah pun diakibatkan karena mereka tidak lagi mempertahankan teguhnya ideologi mereka, sehingga mereka tercerai-berai, lebih mementingkan nasib dirinya dan orang terdekatnya dari pada nasib bangsanya. Pada saat ini kita perhatikan lagi dengan seksama, bahwa banyak pemimpin yang lebih mementingkan diri dan keluarganya daripada negara kita ini!. Kebanyakan dari mereka dengan teganya membiarkan saja rakyat menjadi bodoh,miskin,kelaparan,rusak moral, rusak akidah, rusak ideologi. Maka dapat dikatakan bahwa, era-kolonial mungkin telah kembali lagi ke Indonesia. Tapi era-kolonial ini dengan wajah baru, bolehlah kita namakan neo-colonialism. Tidak menyerang negara kita dengan armada-armada perang terkuat, akan tetapi menyerang negara kita dengan merusak sistem-sistem yang terdapat didalam Indonesia. Merusak pertumbuhan kader-kader penerus bangsa Indonesia.

Sedikit bercerita, sesungguhnya rencana ini telah jauh dipersiapkan para kapitalis dan komunis untuk mengobrak-abrik bangsa ini. Pada tahun 1998 ketika terjadinya reformasi, sebenarnya kapitalis dan komunis mengambil celah ditengah hiruk-pikuknya bangsa ini. Bahkan sebelum bpk. Soeharto turun, bangsa asing telah memainkan kartu truff mematikannya, “suntikan dana IMF” ke Indonesia. Disamping itu, kasus BLBI adalah celah masuknya antek-antek komunis di Indonesia. Alangkah malangya kita, hanya saja kita dibutakan sejarah dan tidak mengambil ibrah dari fakta yang ada.

Sekarang bangsa ini bisa dikatakan dalam keadaan “darurat” segi ideologi. Ideologi pancasila yang kita pegang teguh, saat ini mulai diombang-ambingkan oleh ideologi-ideologi luaran yang tidak memiliki kualitas, kapabilitas dan tidak cocok dengan bangsa kita ini. Sebut saja ideologi liberalis, ideologi sekuler, bahkan ideologi komunis yang telah diatur di TAP MPR sebagai ideologi yang terlarang pun telah berkembang luas didalam bangsa ini. Adanya pengkerdilan terhadap agama tertentu dengan menggemborkan keterkaitan isu terorisme dan agama islam seharusnya menambah “list” kecurigaan kita, bahwa bangsa ini memang ingin dijayakan tanpa adanya ketuhanan. Semenjak zaman penjahan dahulu, umat islam adalah umat yang paling lantang melawan apa yang kita sebut kolonialisme tersebut. Tetapi saat ini, umat islam ‘dituduh’ sebagai makar ketakutan di Indonesia (khususnya) dan didunia (umumnya). Apakah itu logis?  Tentu kita tidak akan pernah lupa dan jangan sampai lupa, agama mana yang melawan penjajahan hingga titik darah penghabisan di indonesia ini, dan agama mana yang menjajah bangsa kita.

Sayang nya, musuh-musuh anti-agama tersebut menjalankan rencana yang sangat matang, sangat tersusun rapi dengan menjauhkan penganut agama islam (mayoritas) dari agamanya dengan mengiming-imingkan dunia didalamnya. Dan kebanyakan muslimin pun tergiur dan mengikuti hal tersebut. Sehingga 85% dari muslimin Indonesia saat ini, kebanyakan hanya mengaku beragama namun belum berketuhanan. Dan perancang gerakan ini pun, tersenyum simpul melihat rencana untuk menjadikan bangsa kita “jaya tanpa berketuhanan” berjalan dengan sangat baik, tanpa cacat. Masyaallah!. Melihat ini saya jadi teringat hadits Nabi Muhammad Saw. Rasulullah pernah bersabda : “adakalanya suatu saat nanti kalian akan menjadi hidangan yang akan diserbu oleh lawan-lawan kalian”, lalu sahabat bertanya : “wahai nabi, apakah saat itu jumlah kami sedikit?”. Rasulullah bersabda : “Tidak, bahkan saat itu kalian adalah mayoritas. Namun saat itu kalian seperti buih dilautan yang luas. Saat itu Allah akan menjadikan musuh-musuh kalian, tidak takut sedikitpun akan banyaknya kalian. Hal itu disebabkan karena penyakit wahani”. Sahabat bertanya : Ya Rasul, apakah itu penyakit wahani?”. Rasulullah bersabda : “Penyakit terlalu mencintai dunia!”.

Begitu rusaknya ideologi kita saat ini. Sangat rusak. Lantas hal apa yang harus dilakukan untuk mengembalikan keadaan bangsa ini?

Saya berpendapat sekaligus menegaskan dan mengajak, marilah kita kembali kepada ideologi kita, ideologi  pancasila. Didalam ideologi kita sendiri, telah disebutkan bahwa kita harus “berketuhanan yang maha esa”. Dalam menjalani hidup, perlulah perasaan bahwa kita selalu diawasi oleh Tuhan kita. Tidak penting agama yang engkau anut!. Tapi jalanilah agama mu itu dengan sebaik-baiknya, dan jalankanlah toleransi. Toleransi bukan berarti aku beribadah dimasjid, engkau yang beragama nasrani beribadah dimasjid. BUKAN. Itu namanya pemaksaan. Toleransi adalah aku tidak mengganggu agamamu, dan engkau tidak mengganggu agamaku, dan kita saling tolong-menolong dalam kebaikan. Cukuplah kita bersatu karena kita membela tanah air yang sama, kita bersama membela sumber daya alam yang dilimpahkan tuhan untuk kita. Itulah toleransi namanya. Kami umat islam tidak memerlukan khilafah atau lainnya di Indonesia ini. Cukuplah Ideologi Pancasila yang kita jalankan. Tapi pastikanlah untuk menjalankannya tidak setengah-setengah. Ideologi yang dibangun atas pemikiran tokoh-tokoh besar yang memiliki ideologi berbeda, namun dapat memayungi seluruh bangsa Indonesia. Itulah pancasila kita. Namun kita semua masih saja bisa dibodoh-bodohi oleh orang-orang yang memiliki kepentingan, sehingga kita yang tadinya dipersatukan karena pancasila, diadu domba agar kita bersama-sama menghancurkan negara ini. Teruslah kita bersama-sama bercermat diri dan memperhatikan yang benar serta salahnya negara ini, kita bukan bangsa bodoh lagi. Dan marilah berbenah diri, mungkin ada ibrah yang dapat diambil setelah hal ini terlewati.



Rabu, 18 Januari 2017

BENARKAH RAKYAT INDONESIA SUDAH CERDAS?



BENARKAH RAKYAT INDONESIA SUDAH CERDAS?
(dikutip dari buku :”REPUBLIK BOHONG” karya : A.M. Waskito)

Apakah rakyat Indonesia telah cerdas? Inilah pertanyaan yang paling banyak dipertanyakan dinegeri ini. Banyak yang berkata : “3,5 abad sebelum kita merdeka, kita adalah negara bodoh, rakyat-rakyat pribumi tidak bersekolah. Yang bisa bersekolah kalau tidak kasta I (Warga Belanda), kalau tidak kasta II (Orang cina,  india, pedagang-pedagang sukses, anak bupati, anak kepala pemerintahan kala itu). Jangankan untuk belajar menghitung, untuk baca-tulis pun tidak bisa.” Lalu sekarang bagaimana? Apakah dengan keadaan sekarang, dimana anak-anak Indonesia telah mampu menyabet medali-medali emas dalam kejuaraan internasional, dapat disebut bahwa rakyat Indonesia telah cerdas? Sama saja rasanya antara 3,5 abad sebelum merdeka dengan sekarang. Kalau dahulu baca-tulis, hitung-menghitung adalah salah satu indikator hal yang menakjubkan, maka dizaman sekarang salah satu indikator hal yang menakjubkan adalah seseorang dapat menemukan teknologi yang terbarukan. Dan sama saja, rakyat indonesia masih saja tertinggal dari negara lainnya sehingga dapat diindikasikan rakyat indonesia masih lemah akan wawasan, kesadaran dan pengetahuan sehingga Indonesia saat ini, kurang lebih sama seperti 350 tahun yang lalu. Dan realitanya yang terjadi saat ini bangsa kita masih saja menilai kemungkaran adalah sebuah kebenaran, dan sebuah kebenaran adalah sebuah kemungkaran, menandakan akan kurang cerdasnya kita. (Contohnya terkait FPI, aksi damai, aksi tandingan, dll akhir-akhir ini, red-).

Masih banyak indikator lain terkait hal ini, yaitu :
  1. Para Ahli menyebut orang Indonesia memiliki memori yang sangat pendek, bahkan Menteri Ekonomi saat ini, Sri Mulyani pernah mengatakan bahwa Indonesia memiliki short memory lost
  2. Pada tahun 2009, Max Sopachua (Tim sukses SBY kala itu) mengatakan : “Masyarakat tidak tahu menahu soal NEOLIB yang hanya rakyat tahu hanyalah BLT, sekolah gratis, kesehatan gratis dsb. *coba pembaca search, apasih itu Neolib, barangkali tidak tahu juga*
  3. Banyak tokoh-tokoh nasional yang mengatakan kelemahan indonesia hanya dua : Kelemahan Ekonomi dan Kebodohan. (Tapi bagi saya saat ini, kelemahan kita ada 3, ditambah Ketiadaan nilai Kepercayaan dan Moral)
  4. Menurut Indeks kualitas hidup manusia yang dikeluarkan UNDP, Indonesia berada pada urutan ke-112 bersaing dengan negara yang baru akan bangkit, seperti laos, myanmar, kamboja
  5. Potensi peminat pembaca di Indonesia hanya 0,5 % dari total penduduk negara Indonesia, jadi berkisar sejuta orang yang suka membaca. Padahal dinegara maju seperti eropa, membaca adalah hal yang harus dilakukan. Tiada membaca, tiada mendapat informasi. 
  6. Dalam perpolitikan, masyarakat Indonesia masih bisa disogok dengan uang untuk memilih pemimpin A. Padahal itu hanya semu belaka, tiada arti.
  7. Sebagian besar masyarakat Indonesia terkena penyakit Minder yang akut. Mereka malu untuk menjadi dirinya sendiri, dan lebih meniru bule dan sok kebarat-baratan 
  8.  Di Indonesia tidak pernah terjadi gerakan rakyat semesta. Contohnya saja dalam Gerakan Anti G30SPKI yang terlibat hanya mahasiswa, santri dan militer, nah yang lain kemana? Tentu memposisikan diri mereka menjadi “konsumen”. Sehingga lebih suka menunggu hasil dari pada menjadi pionir pergerakan.
  9. Rakyat Indonesia senang menjadi PNS, bisa dianggap PNS adalah “The Indonesian Dream”, “Mimpi orang-orang Indonesia kebanyakan”
  10. Banyak yang mengaku untuk melawan korupsi. Tetapi kalau mereka diberi jabatan, ternyata mereka melakukan korupsi  yang sama. Bahkan bisa lebih gila dari koruptor sebelumnya, jadi koruptor itu hanya perbedaan soal kesempatan. alangkah mengerikan!
  11. Setelah merdeka dari kolonial Eropa dan Asia ternyata bangsa Indonesia tidak benar-benar merdeka. Kita menghadapi apa yang disebut Neo-Colonialism dengan cara mengeruk-ngeruk kekayaan negara kita sampe tidak tersisa.
Sehingga sudah seharusnya kita untuk sadar, bahwa apa yang kita sebut cerdas saat ini, ternyata kita sangat tertinggal jauh. Belum lagi terhadap birokrat-birokrat, politikus-politikus yang mengacaukan, membuat kerusuhan di negeri ini,asing dan aseng yang menguasai negara ini membuat kita lebih bodoh lagi. Dengan asing, saat ini kita layaknya tuan haji yang memiliki tanah, namun orang lain menyewa tanahnya lantas dibangun p abrik. Nah tuan haji tadi, hanya mendapatkan setoran tanahnya saja, sedangkan orang lain tersebut mendapatkan nikmat dari pabrik yang dibangun. Sedang limbah dari pabrik berserakan di tanah tuan haji. Yang lebih disayangkan adalah orang lain tersebut, menyebarkan pengaruh-pengaruh buruk dilingkungan sekitar tanah tersebut. Sehingga terpengaruhlah yang dilingkungan tersebut. Alangkah meruginya kita sebagai tuan haji. Oleh karenanya,  mari bersama-sama kita selalu belajar tentang bangsa ini, peduli terhadap birokrasi negeri ini, perpolitikan negeri ini, keadaan negeri ini dan juga peduli terhadap kebangsaan, terhadap kebhineka-an jangan ada intervensi dari setiap golongan (entah mengapa minoritas saat ini merasa lebih superior daripada mayoritas), jangan mudah diadu domba (pada dasarnya, ini adalah bangunannya “Neo-colonialism, Neolib”),dan terpenting adalah jangan tinggalkan kepercayaan apapun yang engkau anut, terutama muslim. Karena kitalah benteng terakhir bangsa ini, apabila seluruh umat islam berfahamkan “sekuler” di Indonesia ini, bukan tidak mungkin Komunis akan menjadi hal yang dominan, bahkan menjadi isme nomer satu di Indonesia ini. Cerdaskan lah diri, cerdaskanlah hati, dan cerdaskanlah moral. Insyaallah negerin ini menjadi negeri yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Allahumma aamiin.



Senin, 12 Desember 2016

JIHAD

Jihad saat ini acapkali disalah artikan oleh orang-orang. Teroris yang membunuh dirinya sendiri digedung-gedung tinggi nan ada diperkotaan pun, dianggap sebagai seorang Mujahid. Sehingga adalah jihad sering diartikan sebagai keburukan seorang muslimin dalam membinasakan umat manusia. Begitulah kira-kira hal yang tertanam bagi mereka yang tiada mengetahui, hakikat akan jihad tersebut.

Jihad berarti kesungguhan, kerelaan hati, kerja keras dari dalam diri untuk mencapai suatu tujuan yang mulia. Dimisalkan bahwa, seseorang ingin merubah moral bangsa Indonesia, maka dia belajar dengan ekstra keras, bagaimana cara merubah moral seseorang dimulai dari lingkup kecil hingga lingkup besar, bagaimana cara mendidik mereka agar mau berubah, dan senantiasa tetap pada perubahan tersebut. Belajarnya orang tersebut, itulah yang dinamakan jihad. Orang yang tiada pernah sedikitpun melakukan jihad, tentu tiada unsur ghirah didalam hatinya. Jadi, jihad terlahir karena ada ghirah didalam hatinya. 

Lantas apa itu ghirah?
Ghirah adalah kecemburuan seseorang terhadap suatu hal, jikalau didalam islam, ghirah adalah kecemburuan terhadap sesuatu hal yang baik. Misalnya seseorang melihat temannya begitu baik dan perhatian, sehingga muncul ghirah didalam hatinya, aku harus lebih baik daripada orang ini. Misalnya lagi, berita hangat-hangatnya yaitu penistaan alqur’an oleh salah seorang pejabat tinggi. Maka umat muslim yang marah, itu adalah orang yang memiliki ghirah dihatinya. Dia cemburu, mengapa pejabat tinggi tersebut berani-beraninya menghina apa yang begitu dicintainya.

Itulah yang dinamakan ghirah. Ghirah bukan  identik terhadap marah dengan cara anarkis, dendam dan sifat-sifat buruk lainnya. Ghirah lebih identik menuju kepada, menuntut keadilan, kesopanan, kebaikan, menyeru pada yang ma’ruf dan mencegah daripada yang munkar. Itu Ghirah. Ghirah dengan iri adalah hampir sama sifatnya, namun lain tujuan dan maksudnya.

Tetapi mengapa jihad pada nabi Muhammad identik dengan peperangan dan pertumpahan darah?

Karena pada zaman nabi Muhammad dengan peperangan dan pertumpahan darah tersebut lah, kebaikan dapat ditegakkan. Dengan peperangan dan pertumpahan darahlah, umat islam dapat duduk sama rendah, tegak sama tinggi dengan bangsa dan kerajaan lainnya. Meskipun dengan peperangan dan pertumpahan darah dapat kebaikan ditegakkan, tetapi nabi Muhammad tidak serta merta memerangi setiap bangsa pada zamannya. Nabi Muhammad lebih condong kepada kedamaian, namun ketika kedamaian dikhianati maka peperangan tersebut yang menanti. Begitu banyak munafikin-munafikin, musyrikin, dan kafirun yang mengkhianati perdamaian pada masa itu. Sehingga jikalaulah mulut telah lelah berbicara, maka pedanglah yang akan mengambil alih semuanya.

Tiadalah pernah kita mendengar bahwa suatu negara islam, membantai orang-orang non-muslim kecuali non-muslim mencoba melakukan pemberontakan/bughat dan pengkhianatan. Itu pun, mereka diusir terlebih dahulu.Namun acapkali kita mendengar bahwa, negara mayoritas non-muslim membantai muslim yang ada didalamnya tanpa alasan yang jelas.

Itu lah perbedaan dahulu dengan sekarang. Jikalaulah dahulu perang adalah sarana yang harus dilakukan untuk mencapai kebaikan, walaupun saat itu kaum muslimin sangat berat untuk melakukannya, namun sekarang kita tiada perlu menggunakan senjata-senjata untuk menghancurkan lawan-lawan tersebut.

Pemikiran yang dihasilkan dari kebenaran-kebenaran yang terdapat didalam alqur’an dan sunnah serta buku-buku yang mengajarkan tentang syari’at islam ini yang akan menjadi pedoman kaum muslimin seluruhnya. Pemikiran yang menghasilkan kesinergi-an antara  kecerdasan moral, kecerdasan spiritual,serta kecerdasan intelektual. Karena saat ini, perang dengan menggunakan kontak fisik adalah aib bagi setiap manusia yang melaksanakannya, dicap sebagai upaya kebodohan oleh orang yang melakukannya. Karena tidak sesuai lagi dengan zamannya. Maka saat ini berperang lah dengan pemikiran. Bukan dengan siapa yang paling kuat ototnya, paling banyak senjatanya, akan tetapi siapa paling cerdas pemikirannya, paling baik akhlaknya, paling santun moralnya, paling gesit strateginya dan paling tinggi daya kreativitasnya. Itu lah peperangan yang dihadapi umat ini.

Namun, bukan berarti kekuatan fisik  yang ada di raga itu dibiarkan lemah begitu saja. Itu adalah sarana yang paling dibutuhkan jikalaulah, perang fisik akan terulang kembali sebagai penentu kemenangan sebuah kebenaran. Oleh karenanya nabi bersabda : “ajarkanlah olehmu anak-anakmu untuk berenang, memanah dan berkuda”.

 Jihad tersebutlah yang harus diperjuangkan umat saat ini. Percayalah jikalaulah engkau mati dalam keadaan berjihad dijalan Allah, semerbaknya harum surga akan menanti di akhirat sana. Maka untuk mendapatkan itu semua, adalah satu jawabannya. Kembalilah ke hakikat islam yang sebenarnya.

Sumber : Berbagai Sumber


Minggu, 02 Oktober 2016

Azas Senioritas dalam Islam

   Azas senioritas adalah azas yang saat ini banyak dianut oleh organisasi-organisasi, komunitas-komunitas, dan dalam kehidupan bermasyarakat. Alqur’an secara tersirat menyampaikan pandangan terhadap azas senioritas, yaitu didalam surah al-baqarah ayat 34 :

   “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali iblis ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir”.

  Kemudian disambung dalam surah al a’raf ayat 12, terjadi “dialog” antara Allah Swt dan Iblis yang menolak,

Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?”Menjawab Iblis “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang Dia Engkau ciptakan dari tanah. 

  Iblis menyebutkan bahwa dia merasa lebih baik dibandingkan manusia. Ya merasa lebih baik dalam segala aspek, termasuk didalamnya tentang iblis adalah makhluk yang lebih dahulu diciptakan oleh Allah dibandingkan manusia.

  Dewasa ini, azas senioritas yang kita anut seringlah mengarah kepada sifat iblis yang disebutkan didalam Alqur’an. Terkadang ketika berposisi sebagai seorang senior ataupun seorang yang berjabatan tinggi, amat seringlah terfikirkan oleh kita “Aku adalah senior dan harus dihormati oleh nya”, “Aku adalah seorang yang berpengalaman dan mereka harus menghormati aku”, “mengapa dia yang dipilih, bukankah aku adalah seniornya” dan pemikiran lainnya. Jadilah ia  orang yang berfikiran sebagai seorang yang Sombong, takabur, iri, ujub, dan membangga-banggakan apa yang dimilikinya.

  Sedari sekarang berhentilah untuk berfikiran yang demikian, karena sesungguhnya yang terbaik disisi Allah adalah yang lebih banyak berbuat kebaikan, dan yang bertakwa.

  Sesungguhnya derajat kemuliaan seseorang tiada dapat dinilai dari senior ataupun jabatan yang diembannya. Adalah kiranya derajat kemuliaan dinilai dari keuletan dan kesigapannya dalam bertindak, kecerdasan dan kritisnya dalam berfikir, serta yang terpenting adalah bagaimana sifat dan budi pekertinya sehari-hari. Kejujuran, kecerdasan, kebijaksanaan, kelembutan, kerendah-hatian, dan sifat baik lainnya, hal itu yang menandakan perbedaan derajat kemuliaan manusia. “Seorang buruh yang berakhlak dan berbudi serta berakidah baik maka lebih disenangi daripada seorang raja yang nista akhlak, budi dan akidahnya.”

  Lantas apakah islam tiada mengenal azas senioritas? Bukankah dengan tiada mengenal azas senioritas, maka tiadalah terciptanya hubungan yang baik antara seorang ayah dengan anaknya, tidak ada tercipta hubungan yang baik antara guru dengan muridnya dan dapat mengacaukan kehidupan bermasyarakat didunia apabila islam memimpin negara didunia?
Nah jangan bersu-udzan dahulu sebab didalam islam memiliki “azas senioritas” nya tersendiri. Didalam islam sendiri, azas senioritas itu tidak identik dengan kasta-kasta. Yang mana dengan kasta-kasta (baik jabatan/usia) tersebut, status sosial seseorang selama hidupnya ditentukan. 

  Jadi bagaimanakah azas senioritas dalam islam?

  Kalau lah kita simak cerita berikut, maka akan kita temukanlah azas senioritas didalam syari’at islam. Kisah ini adalah kisah tentang seorang panglima muda yang dipilih oleh Rasulullah Saw, yaitu Usamah ibn Zaid.

  Usamah ibn Zaid adalah putra dari Zaid ibn Haritsah, anak angkat Rasulullah Saw. Sejak kecil, Rasulullah telah menyayangi Usamah ibn Zaid dan memanggilnya “Al-Hibb wa Ibnil Hibb” (Kesayangan anak Kesayangan). Ketika menginjak usia remaja, sifat-sifat dan budi pekerti nya yang mulia mulai terlihat dan pantas menjadikannya sebagai seorang kesayangan Rasulullah. Dia cerdik dan pintar, bijaksana dan pandai, serta takwa dan wara. Dia senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan tercela.

  Pada usinya yang belum mencapai 20 tahun, Usamah diangkat oleh Rasulullah sebagai panglima perang. Maka, bertindaklah Umar bin Khatthab yang segera menemui Rasulullah. Beliau sangat marah, lalu bergegas mengambil sorbannya dan keluar menemui para sahabat yang tengah berkumpul di Masjid Nabawi. Rasul Saw bersabda:

“Wahai sekalian manusia, saya mendengar pembicaraan mengenai pengangkatan Usamah, demi Allah, seandainya kalian menyangsikan kepemimpinannya, berarti kalian menyangsikan juga kepemimpinan ayahnya, Zaid bin Haritsah. Demi Allah, Zaid sangat pantas memegang kepemimpinan, begitu juga dengan putranya, Usamah. Kalau ayahnya sangat saya kasihi, maka putranya pun demikian. Mereka adalah orang yang baik. Hendaklah kalian memandang baik mereka berdua. Mereka juga adalah sebaik-baik manusia di antara kalian.”

  Padahal yang dipimpin oleh Usamah bukanlah orang-orang yang jauh lebih muda daripada nya, akan tetapi yang lebih tua dan dirasa lebih pantas untuk memegang kendali sebagai seorang panglima perang seperti Abu Bakr as-shidiq, Umar ibn Khattab, Saad ibn Abi Waqqas dll. Setelah Rasul wafat, Abu Bakar Shidiq terpilih dan dilantik menjadi khalifah –pengganti kepemimpinan kaum Muslim. Usamah tetap menjadi panglima perang kaum Muslim. Beberapa sahabat mengusulkan Usamah yang masih muda belia itu dilengserkan dari jabatan panglima. Kata mereka, “…Kami mengusulkan panglima pasukan (Usamah) yang masih muda remaja ditukar dengan tokoh yang lebih tua dan berpengalaman.

  Ucapan itu disampaikan Umar bin Khatab kepada Abu Bakar. Sang Khalifah pun berkata kepada Umar dengan nada tinggi (marah): “Hai putra Khattab! Rasulullah telah mengangkat Usamah. Engkau tahu itu. Kini engkau menyuruhku membatalkan putusan Rasulullah. Demi Allah, tidak ada cara begitu!”

  Umar dan para sahabat mematuhi keputusan Abu Bakar. Ketika berangkat perang, pasukan Muslimin berangkat di bawah pimpinan panglima yang masih muda remaja, Usamah bin Zaid. Khalifah Abu Bakar turut mengantarkannya berjalan kaki, sedangkan Usamah menunggang kendaraan. Kata Usamah, “Wahai Khalifah Rasulullah! Silakan Anda naik kendaraan. Biarlah saya turun dan berjalan kaki. “

  Jawab Abu Bakar, “Demi Allah! jangan turun! Demi Allah! saya tidak hendak naik kendaraan! Biarlah kaki saya kotor, sementara mengantar engkau berjuang fi sabilillah! Saya titipkan engkau, agama engkau (Islam), kesetiaan engkau, dan kesudahan perjuangan engkau kepada Allah. Saya berwasiat kepada engkau, laksanakan sebaik-baiknya segala perintah Rasulullah kepadamu!”

  Kemudian dibalas oleh Usamah dengan jawaban yang penuh makna, “Aku menitipkan kepada Allah agamamu, amanatmu juga penghujung amalmu dan aku berwasiat kepadamu untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Rasulullah.”

  Kemudian, Khalifah Abu Bakar lebih mendekat kepada Usamah. Katanya, “Jika engkau setuju biarlah Umar tinggal bersama saya. Izinkanlah dia tinggal untuk membantu saya. Usamah kemudian mengizinkannya.

  Ibrah yang dapat kita ambil adalah bahwasanya senioritas bukanlah aspek penentu untuk dimuliakannya seseorang. Jikalau lah ingin dihormati dan dimuliakan tidaklah cukup didapat dengan hanya perbedaan usia dan merasa diri lebih senior, namun mulailah merubah perilaku menjadi perilaku yang lebih mulia. 
  Dunia ini sangatlah seimbang. Seperti halnya yang kaya berkewajiban membantu yang miskin, dan yang miskin berkewajiban berusaha dan tiada mengharap dari si kaya, sehingga timbul suatu keseimbangan. 

 Azas senioritas didalam islam-pun memakai sistem keseimbangan tadi, yang senior/berjabatan berkewajiban lah menyayangi yang mudanya dengan cara memberikan cerita pengalaman, ilmu dunia wal akhira, dan hal-hal yang dibutuhkan oleh yang muda tanpa ‘mengemis’ hormat dari yang muda dan jagalah pribadi diri, jangan berlebih-lebihan. Ingatlah bahwa senior itu adalah “contoh” dari juniornya. 

  Yang muda berkewajiban menghormati orang yang lebih tua darinya atau disebut seniornya, ambillah beberapa ibrah yang terdapat padanya, bantulah dia sedang dia membutuhkan bantuan, dan janganlah bersikap berlebih-lebihan walaupun dianggapnya seniornya lebih rendah ilmunya darinya. Sebab seberapa pun besar ilmu tiada berguna kalau tiada memakai etika. 

  Yang tua memikirkan kebahagiaan kaum muda dimasa mendatang, dan yang muda memikirkan kebahagiaan kaum tua dimasa ini, sehingga dengan azas senioritas tersebut, kehidupan bermasyarakat insyaallah menjadi tentram. Sama halnya seorang ayah memikirkan cara menyenangkan anaknya, dan anaknya memikirkan bagaimana cara membahagiakan ayahandanya,ah alangkah romantisnya.

Wallahu ‘alam



              panglima-perang-termuda-kesayangan-rasulullah-saw/